NAGAQQ.COM | AGEN BANDARQ | BANDARQ ONLINE | ADUQ ONLINE | DOMINOQQ TERBAIK

Sabtu, 30 Januari 2016

Pembantu Ku Yang Semok Part 7


Hampir 20 menit aku menyangga kepalanya di bahuku. Tarikan nafas tersenggal karena tangisannya membuat tubuh kecil itu seperti dihentak-hentakkan ke dadaku. Setelah kurasa dia sedikit dapat menguasai diri, dia melepaskan pelukannya. Sambil kelabakan, mba Yun menghapus air mata yang masih meleleh di pipinya. Aku meraih tissue lalu membantu mengelapnya.

“Maksih, dik…” katanya.

“Untuk apa? Untuk telor gorengnya atau…”

“Untuk minjemin bahu buat mbak menangis, rasanya agak lega sekarang.”

“Kalo bahuku knock down, dan dapat dilepas seperti robot, tentunya aku rela melepasnya, tak pinjemkan ke mbak buat dibawa mbak ke manapun, kali-kali aja butuh sewaktu-waktu. Asal jangan ditinggal di halte aja.”

“Hehehe…” dia tertawa masih di antara senggalan sisa tangisnya. “Dan sorry, bajumu jadi basah gitu.” tambahnya.

“Gak pa-pa, mbak, udah biasa… soalnya gak tau kenapa cewek kalau ada di dekat-dekat aku pasti bawaannya basah melulu.” godaku.

“Hihihi… basah yang mana nih? Atas apa bawah?” jawabnya sudah mulai agak bisa bicara konyol lagi, walau masih di sela isak tangisnya.

“Ya atas bawah, hehehe…” candaku lagi.

“Hihihi… ada-ada aja.” jawabnya sambil masih mengusap air matanya yang masih mengalir.

“Eh, ini Thomas-Uber cup, gamenya Indonesia lawan mana sih? Ini system group kan?” kataku pura-pura mengalihkan pembicaraan ke tayangan TV.

“Nggak tau tuh, dik, mbak jarang nonton TV akhir-akhir ini.” jawabnya pendek.

“Ya kalo di sini, mbak boleh nonton TV sepuasnya, hehehe… eh, btw, maaf nih kalo terlalu mencampuri, mbak cuman make baju luar aja ya?” tanyaku menggoda dan becanda lagi.

“Maksudnya?” tanyanya balik.

“Maksudnya, kan di lemari ada juga daleman Ine. Kalau mbak mau, bisa juga di pakai, biar mbak nyaman…” lanjutku.

“Eh, darimana kamu tahu aku tidak memakai daleman? Kamu ngintip ya?” selidiknya dengan setengah becanda, sok pura-pura marah sambil menyilangkan tangannya ke dada.

“Busyet, curigation amat… ya kelihatan lah, mbak, emang saya anak kecil? Nggak, maksudnya cuman ngingetin aja, kali aja mbak mau make, cuman biar mbak nyaman aja. Jangan berpikiran salah gitu ah, mbak, sensi amat, macem lagi dapet aja, hehehe…”

“Maunya sih, cuman gak enak sudah ditolongin, masa CD-nya mbak pake juga. Lagian CD Ine bagus-bagus, pasti mahal-mahal ya?”

“Iya mungkin, ada sih beberapa yang tak beliin buat hadiah pas ada momen special. Emang agak sedikit mahal, tapi gak pa-pa, kalo mbak butuh, pakai aja. Tapi kalau mbak merasa nggak nyaman make CD orang, ya terpaksa nunggu besok, baru kita bisa belanja.”

“Iya, besok aja, lagian gak pake gini malah sejuk, hihihi… eh, btw, setahu mbak kalo suami sampai perhatian beliin CD istrinya, berarti sayang banget ya?”

“Ya biasa aja, mbak, sayang ya pasti dunk… tapi misal gak mau make CD-nya, kan BH Ine bisa mbak pake, daripada nyeplak gitu, bikin cenat-cenut yang ngelihat, hehehe…”

“Maunya… tapi BH Ine kegedean, punyaku kan kecil.” katanya tersipu sambil tangannya secara reflek melintang di dadanya lagi. “Lagian kamu juga, dik, ngapain lihat-lihat dada mbak?”

“Abis, imut banget sih, hihihi…”

“Dasar!”

“Lagian mbak juga lirak-lirik ke ‘ini’-ku,” kataku nyeplos sambil nunjuk kontolku yang masih ¾ tegang.

“Abis gede sih.” jawabnya gak kalah selebor. “Berapa cm tuh?” tanyanya.

“Hmm… gak pernah ngukur sih, mungkin sekitar 21cm kalau tegang penuh.” jawabku santai.

“Sshhhhppp… gak muat dah!” kata mbak Yun sambil membuat mimik muka linu.

“Nggak muat di mana? Mana tahu kalau belom pernah dicoba?”

“Hehehe… jangan mincing-mancing ah, ntar mbak mau lho, hehehe…”


Aku tidak menjawab, hanya tersenyum sambil menatap matanya. Dan seperti yang kuharapkan, dia balik menatapku, ini artinya dia sudah mempunyai tekad dan keberanian untuk melakukan apapun saat ini. Kulihat dia beberapa kali menelan ludah di tenggorokannya yang aku tahu pasti luar biasa kering sekarang. Aku yakin, libidonya benar-benar sudah terpancing.

“Ya udah, mbak, aku mau tidur, besok harus berangkat pagi soalnya ada kerjaan yang musti diselesein pagi-pagi. Kalau bisa aku ntar pulang setengah hari buat nganter mbak belanja baju dan keperluan apapun yang mbak butuhin.”

“Nggak usah ngerepotin, dik. Mbak nggak ada duit, ini aja mau minjem Ine buat balik ke rumah besok, kalo Ine sudah dating.”

“Halah, emang perlengkapan cewek berapa sih? Kalo cuman CD sama BH aja aku masih kuat kok beliin.” kataku memotong.

“Hihihi… makasih, dik, kalian sekeluarga baik banget.”

“Sudahlah, mbak, santai aja… btw, mbak malam ini bobo di mana ya?”

“Dimana aja mbak bisa kok.”

“Mmm… kamar jagoan (anakku)? Jangan, dia paling gak suka ada orang nyentuh kasurnya, soalnya kamar tamu masih belum dibersihin. Ehm, masa mau di kamar Lastri? Jangan ah, gini aja, mending mbak tidur di kamarku, aku tidur di sofa.”

“Jangan lah, dik, masa tuan rumah malah tidur di luar? Mbak aja yang tidur di luar malam ini, baru besok kamarnya mbak bersihin.”

“Jangan, mbak. Pokoknya mbak tidur di kamarku aja, aku yang di luar.” kataku sedikit memaksa.

“Iya deh. Kalo gitu, biar adil, kita tidur aja di kamar bareng…” usulnya.

Lha ini yang aku tunggu, aku paling suka untuk menggiring perempuan agar seolah-olah dia yang mengambil inisiatif. Sudah aku bilang kan kalo aku penjahat?

“Eh, apa gak bahaya tuh bobo bareng?” tanyaku.

“Enggak lah, bahaya apanya kalo bobo bareng, kalau melek bareng lha itu baru…” candanya.

“OK, kalau mbak maunya begitu.” lanjutku.

Di kamar, kami mulai berbaring. Dia memunggungiku sedangkan aku menghadap ke arahnya. Aku tutupkan selimutku, karena malam itu memang dingin, dan aku melihat dia meringkuk menahan dingin (ditambah, AC yang sengaja aku gedein dikit, hehehe…)

“Makasih,” katanya setelah aku selimutin.

“Yup.” kataku masih di luar selimut.

“Kamu tidak dingin, dik?” tanyanya.

“Lumayan, emang kenapa?” jawabku polos.

“Sini lah, masuk ke selimut.” katanya sambil masih memunggungiku.

Aku segera masuk ke selimut, masih berusaha menjaga jarak. Damn, aku sebenarnya konak benar, tapi di dalam otak sehatku masih ada sisa-sisa pertahanan untuk menjaga sisa-sisa kehormatan wanita malang ini, kakak iparku yang sudah dizolimi oleh suaminya. Maka melawan segala dorongan libidoku, aku menjaga jarak, walau sudah sama-sama berada di dalam selimut. Sampai mbak Yun sedikit membungkukkan lagi badannya. Sontak pantat kecil dia menyundul kontolku yang memang sudah sejak tadi berdiri tegak.

JDUG...!!!

“Ooughh...!” erangku pendek.

“Eh, maaf…” katanya.

“Gak pa-pa, emang selimutnya agak sempit kok.” kilahku singkat, padahal selimutnya lebih dari lebar, hehehe…

“Iya,” katanya tidak kalah singkat, tetapi tanpa menggeser posisinya.

Jadinya posisi kami sangat rapat, punggungnya menempel di dadaku. Bisa kurasakan detak jantungnya yang benar-benar tidak normal. Seakan berpacu. Dan pantatnya lembut menempel di kontolku, dengan pembatas dua lembar kain tipis, dasternya dan boxerku. Toh itu sama sekali tidak bisa membatasi sensasi panas yang terasa di kulit kontolku, entah apa efeknya terhadap pantat kecilnya. Aku melingkarkan tanganku ke badannyayang sejak dari tadi aku tarik ke belakang punggungku sendiri.

“Maaf, mbak, tanganku agak pegel kalau di belakang terus.” kataku.

“Iya, gak pa-pa, malah anget…” bisiknya.



Bersambung...
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

Total Pengunjung Hari ini

SAHABAT303

Diberdayakan oleh Blogger.

SAHABATPOKER

SAHABATKARTU

Favorite View