NAGAQQ.COM | AGEN BANDARQ | BANDARQ ONLINE | ADUQ ONLINE | DOMINOQQ TERBAIK

Jumat, 25 Desember 2015

Pembantu Ku Yang Semok Part 6


Aku keluar dari kamar, sudah mandi dan memakai cologne kesukaan istriku. Ine selalu bilang, bau cologneku ini selalu membuat dia bergairah. Entah kenapa aku reflek mengguyurkannya ke badanku tadi. Aku juga hanya mengenakan baju kebesaranku kalau di rumah, boxer kain lentur (melar) agak ketat dan kaos dalam berlengan putih. Aku gak begitu peduliin kata-kata Ine bahwa burungku kelihatan terlalu menonjol di balik boxer ini dan selalu mengingatkanku untuk menggenakan CD, apalagi kan ada Lastri. Tapi aku cuek abis, make CD di dalem boxer kan tidak berperikekontolan, ****** jadi sumpek & terpenjara. Dan kaos putih ini juga membuat dadaku yang bidang terlihat sedikit lebih menonjol.

Aku lihat mbak Yuni sudah duduk di ruang keluarga sambil nonton TV. Aku notice, mbak Yuni mengikuti gerakanku dari ujung matanya dari mulai aku keluar kamar tadi, memang aku tidak langsung menghampiri dia melainkan menuju ke ruang tamu, mengambil tasku yang tadi aku tinggal di sana sewaktu mempersilahkan dia masuk. Aku mengambilnya lalu berjalan naik ke ruang kerjaku untuk menaruhnya di sana. Lagi-lagi aku notice, pandangan mata mbak Yuni secara diam-diam masih mengikuti gerakanku.

Aku membanting tubuhku, menghempaskannya ke sofa panjang yang juga di pakai duduk mbak Yun. Sambil mendesah panjang, aku angkat kakiku ke footstool yang memang pasangan dari sofa itu.

“Capek banget ya, dik?” katanya membuka percakapan.

“Lumayan, mbak, kantor membuka cabang baru dan aku yang diminta mengkoordinasikan semua.” jawabku. “Dan lagi, beberapa hari ini harus bangun pagi-pagi, bersih-bersih rumah dulu, kan gak ada Ine sama Lastri. Aku gak mau ntar kalo Ine pulang, rumah jadi kotor. Ine kan sedikit alergi debu, jadi sebisa mungkin aku jaga rumah sedikit bersih.”

“Ine beruntung ya?” jawabnya lagi.

“Beruntung apanya?”

“Ya itu, punya suami lucu, baik dan perhatian, macam kamu, bahkan alergi dia saja kamu care bener. Kalau masmu, jangankan bersihin rumah…”

“Sudahlah lah, mbak manis…” potongku, aku gak mau mengarahkan pembicaraan ke masalah dia, tidak malam ini. Karena it just not good, tubuh dan pikiran dia perlu istirahat dari masalah itu, perlu ‘berlibur sejenak’ dari pemikiran-pemikiran yang berat itu.

“Every body different, dan percayalah, aku juga gak sebaik itu… yach, walau memang benar kalo aku tuh lucu, imut, ganteng, pinter, humoris. Banyak juga orang bilang aku kharismatik dan sebagian lagi bilang aku tuh sexy, itu belum predikat macho yang selalu mereka gosipkan di balik punggungku. Tapi apa boleh buat, aku…”

“Halah-halah… sudah-sudah, narsis banget nih anak. Gak bisa dipuji sedikit, hihihi…” kata mbak Yun sambil mencubit pinggangku dengan gemas.

Menanggapi cubitan itu, aku cuman tersenyum simpul sambil meliriknya. “Eh, mau ngajakin cubit-cubitan?” sergahku, dan dia cuman tersenyum

Mata kami bertemu, kulihat matanya meredup. Sinar kepsrahan sekilas memercik di sana. Dalam tahap ini, aku fully aware, berdasarkan pengalaman, dengan sedikit kocekan, wanita manapun akan bisa kamu bawa ke ranjang. Trust me. Tapi pertanyaannya; apa bener aku mau membawa mbak Yun, kakak iparku ke ranjang? Mataku turun ke lehernya yang kecil namun jenjang dengan ukuran tubuhnya, bergerak naik turun berusaha menelan ludah di tenggorokannya yang kering tercekat. Satu tanda lanjutan!

Lalu ke dadanya yang kecil dengan puting yang mencuat dari balik kaos daster sutra tipis yang dia kenakan, dada dan puting yang telah memberikan asi kepada kedua anaknya. Puting yang telah dikenyot abis oleh dua orang anak masing-masing selama 8-9 bulan. Lalu ke pinggulnya yang juga kecil dan ramping, entah kenapa otomatis otakku mengukur, karena pendeknya tubuh mbak Yun, jarak diantara pangkal paha, tempat lobang memeknya dan pangkal dinding rahimnya tentunya sangat pendek. Dengan begitu, kalau di terobos kontolku tentunya akan mentok sampai dasar sebelum semua panjang batangku tertelan oleh saluran vaginanya.

Lalu kulihat paha kanannya yang dia tumpangkan diatas paha kirinya, keduanya semakin dia tekan, semakin dirapatkan, biasanya hal ini dilakukan wanita untuk menahan ‘sensasi’ yang ada di bibir vagina mereka apabila mereka mulai terangsang. Satu lagi tanda lanjutan… Plus ditambah kenyataan yang sudah aku ketahui sebelumnya, kalau mbak Yun, kakak iparku yang imut dan mungil ini, tidak memakai satu potongpun CD di balik kaos tidurnya.

”Kenapa, dik, kok lihatnya begitu?” katanya dengan intonasi yang berusaha dia jaga ketenangannya, namun yang meluncur bukannya kata-kata yang tenang, melainkan suara parau tercekat yang seperti menahan sesuatu.

Aku masih kalem, aku adalah laki-laki brengsek berpengalaman yang telah malang melintang di dunia perlendiran yang licin dan basah selama bertahun tahun. Menghadapai wanita despered, butuh belaian dan gampang terangsang bukan kali pertamanya bagiku. Memang sebagian besar berakhir di ranjang. I’m a jerk, I know!

“Enggak kok! Eh, mbak kalau dilihat tanpa jilbab dan make up emang beda ya? Maksudku, sebenernya lelaki manapun yang bisa mendapatkan mbak, bisa dibilang sangat beruntung…” jawabku masih sambil tersenyum.

“Ah, kamu bisa aja, dik, menghibur wanita yang sudah dicampakkan ini…” katanya dengan senyum kecut.

Aku menggeleng sambil tersenyum, masih dengan mata yang tajam menatap matanya. Dia menelan ludah kembali. Di sini sebenarnya sudah 80% goal kalau langsung aku tubruk. Kemungkinan besar dia pasrah, atau malah memberikan ‘perlawanan’ yang panas. Tetapi aku masih ingin menahan diri, lagipula dia kakak iparku sendiri, masa adik ipar sudah aku entot, kakak ipar mau aku makan juga?

“Nggak ada yang namanya mencampakkan dan tercampakkan di dalam suatu hubungan cinta, mbak. Yang ada adalah jalan yang memang harus ditempuh oleh masing-masing pihak, jangan menyerah untuk mengarungi hidup, mbak. Aku yakin, suatu saat nanti jalan hidup bisa berganti cerita.” jawabku.

Mata mbak Yun langsung memerah, raut mukanya kembali menyiratkan kesedihan yang sulit diukur, dan tangisnya mulai meledak. Bagaimanapun aku mencoba kelauar dari topik pembicaraan itu, nyatanya semua masalahnya masih bergantung di otak dan hatinya, dan belum tersalurkan. Aku mengulurkan tanganku untuk memeluknya, aku elus pundaknya, lalu punggungnya dan menariknya ke arahku, membiarkannya menggunakan bahuku untuk menagis sepuasnya.




Bersambung...

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

Total Pengunjung Hari ini

SAHABAT303

Diberdayakan oleh Blogger.

SAHABATPOKER

SAHABATKARTU

Favorite View